Model dan Perencanan Pendidikan Islam


A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang
Perencanaan (planning) merupakan  langkah pertama dalam komponen manajemen, kemudian dilanjutkan dengan mengorganisasikan (organzing), melakukan kegiatan dan proses (actuating) dan melakukan pengontrolan (controlling). Hal yang terlebih dahulu matang adalah perencanaan, baru kemudian dapat mematangkan aspek lain dalam manajemen.
Sebuah perencanaan berbicara tentang apa saja yang akan dilakukan, bagaimana cara melakukan, siapa yang akan melakukan, kapan akan dilakukan dan dimana akan dilakukan. Maka dalam merencanakan sebuah lembaga pendidikan Islam seorang  planner harus mengetahui bagaimana patokan, rambu dan acuan dalam perencanaan sehingga sebuah lembaga yang akan berdiri dapat eksis dan berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Seperangkat perencanaan tersebut harus disusun secara sistematis agar dapat memudahkan dalam menjalankannya dan lebih memudahkan untuk mencapai tujuan.
Inilah dasar mengapa perencanaan lembaga pendidikan Islam membutuhkan sebuah model dan metode untuk melakukan analisis dalam menyusun sebuah perencanaan yang sistematis, efektif, dan efisien. Model menyajikan ragam cara untuk melakukan analisis, sedangkan metode adalah cara melakukannya. Sehingga dengan dua aspek ini akan didapatkan sebuah perencanaan pendidikan yang matang. Dalam makalah ini pemakalah akan mencoba merekonstruksi model dan metode lembaga pendidikan berbasis Islam-kemasyarakatan. Melalui konstruksi ini diharapkan dapat tergambar bagaimana riil sebuah perencanaan yang sederhana.
2.      Tujuan
Tujuan yang ingin diperoleh dari penulisan makalah ini adalah:
a.       Ingin mengetahui apa saja model dan metode dalam merencanakan lembaga pendidikan.
b.      Ingin mengetahui bagaimana contoh model dan metode perencanaan lembaga pendidikan berbasis Islam-keasyarakatan.

B.     Tinjauan Teoritis: Model dan Metode Perencanaan Pendidikan Islam
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, Hoetomo menterjemahkan model sebagai contoh, pola acuan ragam, macam, atau barang tiruan yang kecil dan tepat seperti yang ditiru. Sedangkan metode diartikan sebagai cara yang telah diatur dan terfikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud dalam ilmu pengetahuan, cara belajar dan sebagainya.
Dengan demikian, model perencanaan dapat diartikan sebagai pola atau contoh atau acuan yang digunakan dalam penyusunan sebuah perencanaan. Sedangkan metode perencanaan diartikan sebagai cara atau langkah atau strategi yang ditempuh dalam penyusunan sebuah perencanaan.
1.      Model Perencanaan Pendidikan
a.       Model Perencanaan Komperhensif; Model ini merupakan perencanaan komperhensif yang dapat digunakan untuk menganalisis sistem dan perubahan-perubahan secara menyeluruh. Dapat juga digunakan sebagai patokan dalam perencanaan yang lebih spesifik kearah tujuan-tujuan yang lebih luas.[1]
b.      Model Target Setting: Model ini merupakan suatu cara perencanaan dengan proyeksi atau terget tertentu dalam kurun waktu tertentu sehingga akan tercapai apa yang diharapkan. Dalam persiapannya model ini dapat digunakan untuk: (1) menganalisis demografis dan proyeksi penduduk (2) untuk memproyeksikan enrolmen (jumlah siswa terdaftar) sekolah (3) untuk memproyeksikan kebutuhan tenaga kerja.
c.       Model Costing Dan Efeketifitas Biaya; Model ini melihat sebuah perencanaan yang paling baik berdasarkan  prinsip efektifitas dan efisiensi dan ekonomis. Pertimbangan daripada model ini adalah pada masalah biaya, dimana dalam pendidikan tidak bisa terlepas dengan masalah pembiayaan. Sehingga perbandingan sebuah proyek yang akan dipilih sebagai jalan keluar dari masalah perencanaan merupakan yang paling fisibel. Prinsipnya, dengan biaya yang digunakan selama proses pendidikan dalam masa tertentu dapat memberikan benefit tertentu.
d.      Model Planning, Programming, Budgeting, System;atau biasa disebut dengan PPBS merupakan sebuah sistem yang tidak bisa terpisahkan, dimana dalam perencanaan tujuan harus dikembangkan pada program-program, kemudian mempertimbangkan masalah pembiayaan yang akan dipilih sebagai alternatif yang paling baik. Artinya dalam perencanaan pendidikan harus melihat pada semua aspek secara komperhensif sehingga mendapatkan sebuah keputusan terbaik.
Untuk memahami PPBS secara baik, ada beberapa sifat-sifat esensial dari sistem ini. Esensi dari sistem ini adalah  (a) merinci secara cermat dan menganalisis tujuan yang akan dicapai (b) mencari alternatif-alternatif terbaik untuk mencapai tujuan (c) menggambarkan pembiayaan total dari seluruh proses, baik secara langsung ataupun tidak (d) menggambarkan efektifitas dari setiap alternatif sehingga dapat lebih mudah mencapai tujuan yang diinginkan (e) membandingkan semua alternatif dan memilihnya, mana yang paling baik untuk mencapai tujuan.[2]
2.      Metode Perencanaan Pendidikan
a.       Metode Mean-Ways- end Analysis (Analisis Mengenai Alat-Cara-Tujuan); metode ini digunakan untuk meneliti berbagai macam cara untuk mencapai tujuan tertentu dalam membuat sebuah perencanaan pendidikan Islam. Means digunakan untuk melihat sumber-sumber yang diperlukan dalam lembaga pendidikan, ways berhubungan dengan cara atau alternatif apa saja yang akan dirumuskan dan ditempuh,  dan end adalah akhir atau dapat disebut sebagai tujuan yang dapat dicapai. Ketiganya memiliki hubungan yang simultan, dan harus dikaji secara timbal balik.[3]
b.      Metode Input-Output Analysis; metode ini dapat digunakan untuk melihat interpendensi dan interelasi  komponen masukan dan keluaran. Dengan melakukan analisis input-output perencanaan pendidikan dapat menilai alternatif yang paling transformatif.
c.       Metode Economotric Analysis ; metode ini digunakan dalam perencanaan pendidikan dengan menggunakan teori-teori ekonomi dan statistik  untuk menganalisis variabel-variabel yang saling berhubungan dalam sebuah sistem. Ekonomoterik mengembangkan persamaan-persamaan yang menggambarkan ketergantungan diantara variabel-variabel itu.
d.      Metode Cause-Effect ;  yaitu dengan menganalisis sebab-akibat atau sikuen hipotetik untuk memperoleh gambaran masa depan. Metode ini sangat cocok digunakan dalam perencanaan  yang bersifat strategic.
e.       Metode Delphi; merupakan metode yaitu dengan mengeksplorasi asumsi-asumsi yang mendasari sebuah  penilaian tertetu melalui pencarian informasi yang lengkap. Metode ini biasanya dimulai dengan mengemukakan sebuah masalah kemudian mencari informasi-informasi terkait lainnya. Dalam penerapannya dibutuhkan seseorang dengan keahlian tertentu.
f.       Metode Heuristic; metode ini dirancang untuk mengeksplorasi isu-isu dan mengakomodasi pandangan-pandangan yang bertentangan atau ketidak pastian. Metode ini didasarkan atas seperangkat prinsip dan prosedur yang mensistematiskan langkah-langkah dalam pemecahan masalah.
g.      Metode Life-Cycle Analysis; metode ini digunakan untuk mengalokasikan sumber-sumber dengan memperhatikan  siklus kehidupan yang berkaitan dengan produksi, proyek, program. Langkah-langkah dalam metode ini adalah: (1) fase konseptualisasi (2) fase spesifikasi (3) fase pengembangan prototype (4) fase pengujian dan evluasi (5) fase operasi (6) fase produksi.
h.      Metode Value Added Analysis; metode ini digunakan untuk mengukur sebuah produksi dan pelayanan. Melalui analisis tersebut kita dapat mengetahui gambaran singkat tentang kontribusi dari aspek tertentu terhadap aspek lainnya.
Sedangkan menurut Husaini Usman menambahkan metode perencanan yaitu:
a.       Metode Proyeksi; merupakan metode prakiraan untuk memperkirakan jumlah penduduk lima tahunan, data persekolahan, data penduduk dan penduduk usia sekolah, proyeksi siswa, proyeksi kelas dan proyeksi kebutuhan guru.[4]
Ada 4 metode proyeksi, yaitu (1) proyeksi pertumbuhan siswa, (2) kohort, (3) masukan dan keluaran, dan (4) arus.
Untuk dapat memproyeksikan pertimbuhan siswa setiap tahunnya dapat digunakan rumus:
Keterangan:
APn = Angka Pertumbuhan siswa tahun n
Sn-1 = Siswa tahun n-1
Sn-2 = Siswa tahun n-2
Metode kedua adalah kohort. Kohort adalah satu angkatan siswa yang masuk kelas 1 sampai tamat sekolah. Pada metode ini akan dilihat jumlah masukan dan keluaran siswa dari awal masuk sampai lulus, bagaimana jumlah mereka pada tiap tingkatnya, apakah tercapai memenuhi target lulus 100% atau tidak, jika tidak berapa persen.
Metode berikutnya adalah arus siswa, metode ini hingga saat ini dianggap yang paling tepat dan mendekati kenyataan. Sebab metode ini mengontrol hasil proyeksi 3 arus dari setiap tingkat, yaitu angka mengulang, angka naik kelas, dan angka putus sekolah. Proyeksi dengan metode ini adalah paling lengkap dibandingkan dengan proyeksi menggunakan metode lain.
b.      Metode Pemecahan Penduduk Lima tahunan Menjadi Tahunan; metode ini penting digunakan dalam perencanaan pendidikan. Dengan metode ini maka akan dihitung interval usia anak dalam masa persekolahan. Misal SD 7-12 tahun, SMP 12-14 dan seterusnya.
3.      Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pendidikan berbasis masyarakat di Indonesia menunjukkan pengertian yang beragam, diantaranya: peranserta masyarakat dalam pendidikan, pengambilan keputusan yang berbasis sekolah, pendidikan yang diberikan oleh sekolah swasta atau yayasan, pendidikan dan pelatihan yang diberikan oleh pusat pelatihan milik swasta, pendidikan luar sekolah yang disediakan oleh pemerintah, pusat kegiatan belajar masyarakat, pendidikan luar sekolah yang diberikan oleh organisasi akar rumput seperti LSM atau Pesantren.[5]
Dalam semua bentuk pendidikan berbasis masyarakat tersebut terkandung definisi implisit tentang “masyarakat”. Banyak orang yang memberikan istilah itu untuk membedakan dengan pendidikan berbasis masyarakat. Meskipun banyak pengerian tentang masyarakat namun lazimnya istilah ini menunjukkan kumpulan orang-orang yang hidup dalam hubungan yang akrab satu sama lain dalam kumpulan masyarakat.
Sedangkan pengertian “berbasis” dapat menunjukkan kepemilikan masyarakat. Kepemilikan mengimplikasikan adanya pengendalian secara penuh terhadap pengambilan keputusan. Kepemilikan penuh berarti bahwa masyarakat memutuskan tujuan dan sasaran, pembiayaan, kurikulum, dan materi belajar, standar ujian, guru dan kualifikasinya persyaratan siswa, dan lain-lain.[6]  
Terdapat cara untuk memetakan pendidikan berbasis masyarakat dengan memplot derajat pengendalian masyarakat. Indikator-indikatornya adalah: dukungan (support) orang tua atau masyarakat memberikan sumbangan dana atau tenaga, keterlibatan (involvement) orang tua atau masyarakat lainnya dalam pengambilan keputusan, kemitraan (partnership) orang tua dan masyarakat menjali hubungan kemitraan yang sejajar dengan pengelola sekolah berhubungan dengan tujuan program, alokasi dana, dan ketenagaan, dan kepemilikan penuh (full ownership)  para anggota masyarakat mengendalikan semua keputusan program.[7]
Peran pemerintah dalam pendidikan berbasis masyarakat ini adalah sebagai pelayan masyarakat, sebagai fasilitator, sebagai pendamping, sebagai mitra, sebagai penyandang dana. Sehingga pemerintah menjadi faktor kesekian dalam proses pembelajaran, dan sekolah mengandalkan pada manajemen berbasis sekolah.[8]
Pendidikan harus diarahkan pada pencapaian sosial, karena pada hakikatnya aspek sosial merupakan kebutuhan yang tidak dapat dikesampingkan. Pendidikan sejatinya membentuk masyarakat yang lebih aktif menyelesaikan masalah dilingkungannya dengan peranan dan kerjasama satu dengan yang lainnya. Dapat menjadi kebutuhan sosial jika individu didalamnya memiliki keinginan untuk dapat dimanfaatkan oleh orang banyak, prihal kontribusinya untuk orang lain. Orientasi pada kebutuhan sosial ini dapat dijadikan pijakan pendidikan yang berbasis pada masyarakat.[9]

C.    Model dan Metode Perencanaan Sekolah Berbasis Islam-Kemasyarakatan
Tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UU no 20 tahun 2003 adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sejatinya manusia yang telah dibekali dengan ilmu pengetahuan baru akan dihitung kemanfaatannya setelah dapat mengamalkan ilmunya bagi orang disekitarnya.
Pendidikan Islam mengajarkan bagaimana menjadi manusia yang baik yaitu dengan mencirikan manusia yang paling banyak memiliki nilai manfaat buat orang lain.[10] Pentingnya responsibilitas sosial dalam Islam yaitu intuk menjamin terbentuknya fondasi-fondasi yang  kuat bagi masa depan masyarakat yang Islami berdasarkan Al-qur’an dan hadits. Karena dengan dasar itu dapat membentuk masayarakat yang bebas dari kriminalitas.[11]
Pada sisi lain, hasil dari pendidikan seharusnya membuahkan perubahan bagi masyarakat luas. Pendidikan bagi anak-anak dapat menjadi alternatif yang baik untuk memajukan masyarakat menjadi masyarakat madani. Persoalan dimasyarakat dapat dipecahkan dan diselesaikan karena orang-orang yang berpendidikan, dimana sebagai orang terdidik memiliki perbedaan cara pandang dan berfikir.
Banyak permasalahan dimasarakat tidak hanya dapat diselesaikan dengan pendidikan. Hal ini disebabkan karena pendidikan  tidak diarahkan  untuk menyelesaikan persoalan-persoalan dimasayarakat. Terlebih lagi pendidikan Islam yang justru sangat penting ini belum memiliki fokus sebagai problem solver dimasyarakat. Untuk itulah penting mendesain perencanaan lembaga pendidikan berbasis Islam-Kemasyarakatan dengan menelisik model dan metode terbaik.
Jika menggunakan model PPBS maka dapat dirancang sebuah perencanaan yang berhubungan dengan:
Tujuan daripada sekolah berbasis Islam-Kemasyarakatan adalah (a) menumbuhkan jiwa sosial yang peka terhadap permasalahan di masyarakat (b) menumbuhkan kesadaran akan tanggung jawab moral terhadap masayarakat (c) menciptakan generasi yang siap terjun dimasyarakat dengan hard dan soft skill nya (d) menciptakan generasi Islam yang memiliki nilai tinggi pada aspek keagamaan yang matang dalam ilmu dan amal.
Fakta yang terjadi saat ini adalah tidak bertanggung jawabnya pendidikan sedari dini terhadap permasalahan di masyarakat. Padahal dengan banyaknya persoalan sosial, ekonomi, dan budaya dimasayarakat baik kota maupun desa dapat dijadikan media pembelajaran disekolah untuk belajar mencari tahu permasalahan dan mencari solusinya oleh siswa. Dengan demikian mereka akan belajar bagaimana menghadapi masalah tersebut. Tentu dari jenjang yang paling rendah pengajarannya harus lebih sederhana.
Jika menggunakan metode cause-effect (sebab-akibat), maka cara yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan agar siswa memiliki jiwa sosial yang peka terhadap masalah masyarakat adalah: melibatkan dalam kegiatan masyarakat. Seperti kerja bakti, mengurus pemberdayaan masjid, mengurus jenazah, memperbaiki saluran irigasi petani, rapat dengan pihak desa dan lain sebagainya. Pengalaman riil tersebut dibutuhkan bagi siswa nanti saat dewasa bagaimana bermasyarakat mengurus kepentingan umum di masyarakat. Sehingga ilmu-ilmu yang didapatkan dibangku sekolah baik yang bersifat teoritis dan praktis langsung dapat digunakan jika dibutuhkan.
Kemudian cara yang harus ditempuh agar siswa memiliki jiwa dan tangungung jawab moral adalah dengan memberikan tanggung jawab sejak dini di masyarakat. Sekecil apapun mereka sudah harus diajarkan bertangunggung jawab, sehingga mereka merasa keberadaan mereka sangat dibutuhkan kelak.
Kemudian untuk mempersiapkan generasi yang siap terjun di masyarakat dengan hard dan soft skill adalah dengan mengajarkan pengetahuan-pengetahuan dan skill apa saja yang di butuhkan di masyarakat. Yang paling sederhana adalah mereka diajarkan menjadi imam shalat, sampai pada masalah yang membutuhkan keahlian khusus seperti pembuatan tata ruang desa, sarana irigasi, perencanaan program desa dan lain sebagainya.
 Yang terakhir adalah ingin menjadikan manusia yang memiliki nilai tinggi pada aspek keagamaan serta matang dalam bidang ilmu dan amal. Cara yang dapat digunakan yaitu dengan memberikan pengajaran yang berorientasi kognitif membangun pengetahuan agama seputar ibadah yang berdampak pada amalan sehari-hari.
Untuk dapat mendirikan lembaga pendidikan berbasis Islam-Kemasyarakatan maka dapat digunakan metode Mean-Ways- end Analysis. Mean yang dimaksud adalah apa saja yang dibutuhkan oleh lembaga ini, maka dapat dibuat semacam tabel kebutuhan : pendanaan, kurikulum, SDM, dan partisipasi masyararakat.
Sedangkan Ways yaitu strategi atau cara yang dapat digunakan untuk mengatasi berbagai macam kebutuhan di atas. Masalah pendanaan dimana penggunaannya untuk tahap awal seperti ; pembangunan, pembuatan kelengkapan administrasi kelembagaan, dan perlengkapan sarpras. Sedangkan untuk tahap lanjut seperti; operasional sekolah, gaji SDM, media pembelajaran, kerja sama, dan lain-lain.  Pada tahap awal pendanaan dapat menggunakan cara; swadaya oleh rekan dan kerabat terdekat, bantuan pemerintah. Sedangkan untuk tahap lanjut cara yang dapat digunakan seperti melakukan kerjasama CSR, bantuan pemerintah, swadaya masyarakat, pengembangan usaha sekolah, bantuan Dana Desa, orang tua siswa. Cara diatas dapat digunakan salah satunya, dengan memilih alternatif mana yang paling baik untuk segera ditindak lanjuti.
Kurikulum sekolah berbasis Islam-Kemasyarakatan dapat disusun melalui bantuan konsultan sekolah, dengan dibantu masyarakat umum, sedangkan penggagas atau pendiri hanya  membuatkan beberapa rambu-rambu kurikulum. Dilibatkannya jasa konsultan kurikulum yaitu  mempertimbangkan efektififitas waktu dan ketajaman kurikulum yang diharapkan karena dikerjakan oleh ahlinya. Sedangkan tanpa melibatkan konsultan dan hanya mengandalkan SDM guru baru akan menyulitkan dalam eksekusi pembelajara karena belum tentu guru baru memiliki pengalaman teknis pada persoalan kurikulum.
 Kemudian untuk mendapatkan SDM yang diharapkan, akan mulai dilakukan rekutmen guru dengan kriteria tertentu, seperti mempunyai kecakapan dalam hardskill dan softskill, Islami, berpengetahuan agama, punya jiwa sosial, bergabung dalam kepengurusan desa, dan lain-lain. Selain itu, sekolah juga akan melibatkan tokoh masyarakat untuk masuk dalam beberapa kegiatan pembelajaran seperti pengenalan program desa dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Kepala desa juga dapat terlibat menjadi bagian dari sekolah untuk membantu baik proses pembelajaran maupun dalam kebijakan-kebijakan tingkat desa.
Konsep sekolah yang bermasyarakat membutuhkan partisipasi masyarakat, untuk itu diperlukan penyambutan yang baik dari masyarakat sekitar terhadap seluruh proses pembelajaran. Cara yang dapat digunakan adalah dengan melakukan kerjasama dengan aparat desa, sosialisasi kepada masyarakat, kerjasama dengan kelompok kerja desa (kelompok tani, PKK, dan lain-lain). Diharapkan dengan pengertian dan kerjasama yang baik para siswa dapat melakukan pembelajaran dengan masyarakat dalam berbagai bidang, seperti pertanian, perdagangan, kerajinan, dan lain-lain.
Melalui serangkaian aktifitas baik secara kelembagaan dan kurikulum diharapakan dapat mencapai end. Analisis terhadap hasil output dapat dilihat pada tiap tahun dan apa akhir jenjang sekolah. Apakah akan ada perbaikan dan penambahan terhadap seluruh proses atau tidak bergantung pada hasil evaluasi dan analsisis secara menyeluruh.
D.    Kesimpulan
Model perencanaan dapat diartikan sebagai pola atau contoh atau acuan yang digunakan dalam penyusunan sebuah perencanaan. Sedangkan metode perencanaan diartikan sebagai cara atau langkah atau strategi yang ditempuh dalam penyusunan sebuah perencanaan.
Ada beberapa model perencanaan pendidikan, yaitu:
1.      Perencanaan komperhensif
2.      Target setting
3.      Costing dan efektifitas biaya
4.      Model planning, programming, dan budgeting system
Sedangkan beberapa metode perencanaan pendidikan yaitu:
1.      Metode Mean-Ways- end Analysis
2.      Metode Input-Output Analysis
3.      Metode Economotric Analysis
4.      Metode Cause-Effect
5.      Metode Delphi 
6.      Metode Heuristic
7.      Metode Life-Cycle Analysis
8.      Metode Value Added Analysis
Adapun metode tambahan yang lain adalah:
1.      Metode Proyeksi
2.      Metode Pemecahan Penduduk Lima tahunan Menjadi Tahunan
Dalam perencanaan pendidikan berbasis Islam-Kemasyarakatan dalam hal ini menggunakan model PPBS dan metode Mean-Ways- end Analysis dalam format yang sederhana. Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan berbasis Islam-Kemasyarakatan adalah sebuah pendidikan yang menyandingkan dengan pelbagai persoalan dimasyarakat, dimana juga memiliki tujuan pokok menjadikan masyarakat lebih Islami dan berkemajuan. Untuk itu perlu disusunlah berbagai macam cara untuk dapat merealisasikan sebuah lembaga pendidikan sebagaimana dimaksud.





















DAFTAR PUSTAKA
Fattah Nanang dalam Endin Mujahidin Dkk. (2009). Perencanaan Pendidikan. Bogor: Program Pasca Srajana UIKA Bogor,
Cuningham, William G dalam dalam Endin Mujahidin Dkk. (2010). Perencanaan Pendidikan.
Usman Husaini. (2009). Manajemen Teori, Praktek dan Riset Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Faisal Jalal & Dedi Supriadi. (2001). Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusantara.
Lihat Sudjana. (2004). Pendidikan Nonformal Wawasan Sejarah Perkembangan Filsafat, Teori Pendukung, Serta Asas. Bandung: Falah Production,
Ali Abdul Halim Mahmud. (2000). Fikih Responsibilitas dan tanggung Jawab Muslim. Jakarta: Gema Insani Press.




[1] Fattah Nanang dalam Endin Mujahidin Dkk, Perencanaan Pendidikan, Bogor, Program Pasca Srajana UIKA Bogor, 2009, Hlm. 55.
[2] Endin Mujahidin Dkk, Perencanaan Pendidikan, Hlm. 55.

[3] Cuningham, William G dalam dalam Endin Mujahidin Dkk, Perencanaan Pendidikan, , 2010, Hlm. 58-59
[4] Usman Husaini, Manajemen Teori, Praktek dan Riset Pendidikan, Jakarta, PT Bumi Aksara, 2009, Hlm. 84
[5] Faisal Jalal & Dedi Supriadi, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah, Yogyakarta, Adicita Karya Nusantara, 2001, Hlm. 175-176
[6] Faisal Jalal & Dedi Supriadi, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah, Hlm. 176
[7] Faisal Jalal & Dedi Supriadi, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah, Hlm. 178-179
[8] Faisal Jalal & Dedi Supriadi, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah, Hlm. 190-192.
[9]Sudjana, Pendidikan Nonformal Wawasan Sejarah Perkembangan Filsafat, Teori Pendukung, Serta Asas, Bandung, Falah Production, 2004, Hlm. 195-196.
[10] خيرالناس انفعهم لناس “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (Hadits Riwayat ath-Thabrani, Al-Mu’jam al-Ausath, juz VII, hal. 58, dari Jabir bin Abdullah r.a.. Dishahihkan Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam kitab: As-Silsilah Ash-Shahîhah)
[11] Ali Abdul Halim Mahmud, Fikih Responsibilitas dan tanggung Jawab Muslim, Jakarta, Gema Insani Press, 2000, Hlm. 194-195.


0 Komentar: