Konklusi Hasil Diskusi Filsafat PC PMII Kabupaten Bogor (3/5/2016)



Catatan Diskusi: "Apakah Filsafat Itu?"
(Merangkum pembahasan yang disampaikan oleh sahabat Umar Chamdan, 3 Mei 2016 – Bab II)

1. Filsafat sebagai Cinta Kebijaksanaan yang Bersifat Universal
Filsafat secara etimologis berasal dari kata philosophia, yang berarti "cinta kebijaksanaan". Kebijaksanaan di sini dipahami sebagai sesuatu yang bersifat universal, yang tidak dapat dimonopoli oleh satu individu atau kelompok tertentu.

Oleh karena itu, Socrates menolak untuk menyebut dirinya sebagai seorang "bijak", melainkan lebih memilih istilah "pecinta kebijaksanaan". Hal ini menunjukkan kesadaran bahwa kebenaran dan kebijaksanaan tidak selalu bersumber dari dirinya sendiri, melainkan dapat pula muncul dari orang lain. Dengan demikian, sikap rendah hati menjadi bagian integral dari pencarian kebenaran; bahkan sekalipun seseorang berada pada tingkatan intelektual tertinggi, ia tetap harus membuka diri untuk menerima kebenaran yang datang dari luar dirinya.

2. Manusia sebagai Mikro Kosmos dan Makro Kosmos
Dalam pandangan filsafat, manusia disebut sebagai mikro kosmos (dunia kecil) sekaligus bagian dari makro kosmos (dunia besar).

Sebagai mikro kosmos, manusia berhubungan dengan dirinya sendiri: batinnya, hati nuraninya, perasaannya—cinta, rindu, marah, serta seluruh pengalaman emosional dan reflektif yang bersifat internal. Inilah ruang kontemplatif di mana manusia menelisik kedalaman dirinya.

Sebaliknya, sebagai makro kosmos, manusia juga berelasi dengan dunia luar melalui akal, pancaindra, dan pikiran yang dapat ditangkap dan diamati oleh orang lain. Bola mata, misalnya, dapat melihat dunia luar namun tidak dapat melihat dirinya sendiri. Analogi ini menegaskan bahwa manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk mengetahui dan memahami dirinya. Dengan demikian, pengetahuan bukanlah hasil dari kesendirian mutlak, melainkan buah dari interaksi dialektis antara diri (subjektivitas) dan dunia luar (objektivitas).

3. Mengerti sebagai Penyatuan Subjek dan Objek
Dalam kerangka berfilsafat, mengerti berarti tercapainya penyatuan antara subjek (manusia sebagai pelaku berpikir) dan objek (realitas yang dipikirkan). Pemahaman yang sejati mensyaratkan dilepaskannya ego dan sikap subjektif yang berlebihan.

Berpikir filosofis menuntut objektivitas: seseorang harus mampu keluar dari kepentingan pribadinya dan meneliti realitas sebagaimana adanya (das Sein), bukan sebagaimana yang ia inginkan (das Sollen). Proses penyatuan inilah yang memungkinkan tercapainya "pengertian yang utuh"—sebuah kesadaran reflektif yang mendalam antara pikiran dan realitas.

4. Ciri-ciri Berpikir Filsafati: Radikal, Sistematis, dan Universal
Filsafat memiliki tiga ciri utama:

Radikal: berpikir hingga ke akar permasalahan, menelusuri sebab-musabab yang paling mendasar.

Sistematis: berpikir teratur dan metodologis; pengetahuan filosofis tidak lahir dari pikiran yang acak, melainkan mengikuti langkah yang runut dan berkesinambungan.

Universal: mencakup pandangan yang luas, komprehensif, dan tidak terikat pada batas-batas tertentu. Filsafat berupaya memahami realitas secara menyeluruh dan integral.

5. Objek Kajian Filsafat: Manusia, Alam, dan Tuhan
Objek kajian filsafat terbagi menjadi dua:

Objek Material (lapangan kajian): mencakup Tuhan, alam semesta, dan manusia sebagai entitas yang menjadi bahan pemikiran.

Objek Formal (sudut pandang): mencakup pendekatan dan cara pandang filosofis yang berusaha memahami realitas secara mendalam dan menyeluruh. Dari sini lahirlah berbagai cabang ilmu, seperti etika, estetika, sosiologi, budaya, hingga ilmu-ilmu teknis yang aplikatif.

Kajian tentang Tuhan melahirkan filsafat ketuhanan; kajian tentang alam memunculkan filsafat alam yang beririsan dengan ilmu pengetahuan alam (astronomi, biologi, fisika); sedangkan kajian tentang manusia melahirkan filsafat manusia, psikologi, antropologi, hingga etika.

Penutup
Demikianlah ringkasan diskusi mengenai hakikat filsafat. Jika terdapat kekeliruan dalam penafsiran atau penyusunan notulensi ini, saya dengan terbuka menerima koreksi dan masukan demi kesempurnaan pemahaman bersama.

"Tangan terkepal, maju ke muka!"


Seberkas Kenangan Tersisa, Maroko

Seberkas Kenangan Tersisa, Maroko





















SDIT Al-Fariida Secarik Kenangan Dalam Memori

Dunia anak-anak memang luar biasa.
Ada keindahan, kesenangan, dan pelajaran berharga yang tak ternilai di dalamnya—terutama bagi siapa saja yang menekuni dunia pendidikan. Bagi saya pribadi, dunia pendidikan adalah medan yang seru untuk diselami. Semakin dalam kita menyelam, semakin banyak mutiara ilmu yang muncul ke permukaan—mutiara yang seringkali tak pernah diajarkan secara formal di bangku kuliah keguruan.


Saya masih ingat pengalaman pertama saya mengajar di SDIT Al-Fariida, Kemang-Bogor pada tahun 2014–2015. Masa itu terasa seperti pintu pertama yang saya buka dalam perjalanan panjang sebagai pendidik. Meski hanya setahun, pengalaman tersebut begitu membekas. Saya belajar banyak, bukan hanya soal bagaimana mengajar, tetapi juga bagaimana mendidik, berinteraksi, memahami karakter anak, bersikap bijak, bahkan belajar tentang manajemen sekolah. Semua itu menjadi pelajaran mahal yang tak mungkin saya dapatkan hanya dari teori.


Interaksi dengan anak-anak membuat saya sering berimajinasi liar dalam ruang ide tanpa batas. Ternyata, memahami dunia mereka bukan sekadar mendengar atau melihat; kita harus ikut merasakan. Dari situlah saya sadar, untuk benar-benar menyerap pelajaran dari dunia anak, kita membutuhkan perpaduan antara ilmu, pengalaman, perenungan, dan yang terpenting: keikhlasan. Dari ramuan itu, perlahan lahirlah pemahaman baru tentang pendidikan yang lebih membumi.


Saya bersyukur pernah diberi kesempatan menjadi bagian dari keluarga besar SDIT Al-Fariida. Setahun di sana bukan sekadar pekerjaan, melainkan sebuah kenangan indah yang akan selalu saya simpan di memori. Terima kasih, SDIT Al-Fariida—telah menjadi tangga pertama saya untuk melangkah lebih jauh dalam dunia pendidikan.























Moment Wisuda Selasa, (29/9/2015) STAINU Jakarta

Ahmad Elfahri.com- Moment wisuda merupakan hari yang bersejarah dalam kehidupan seseorang. Begitu juga dengan kami, mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Jakarta yang sulit rasanya melupakan hari bersejarah ini.  Setelah sekian lamanya menempuh pendidikan di perguruan tinggi tercinta akhirnya lulus juga. Meskipun setelah luluspun tetap menggeluti dunia akademik, tapi kuantitas dan kualitas pertemuan dengan sahabat tercinta berbeda dengan saat di ruang perkuliahan.

Berikut foto-foto moment terindah itu yang berhasil di abadikan oleh tim jeprat-jepret.